Bacalah Dahulu

"Cerita ini memang fiksi. Namun, bila anda dapat menemukan pesan dan makna dari cerita ini, dan itu dapat merubah anda. Pesan dan makna itulah yang non-fiksi"



-zuzu-

Senin, 13 September 2010

Tentang Yuka

Yuka adalah seorang pemuda yang barasal dari keluarga sederhana. Ayah da Ibunya bekera sebagai guru di desanya. Ia tinggal di sebuah desa di dalam sebuah pulau bernama Useto. Kehidupan yang serba keterbatasan membuatnya berusaha agar bisa mengubahnya. Ayah dan ibu Yuka sering bertengkar, hal itu karena ibunya banyak hutang sedangkan ayahnya selalu berkata tak ada uang, bila dimintai uang untuk membayar hutang tersebut.

Semu itu tentu saja membuat Yuka depresi. Namun hebatnya, Yuka masih dapat tersenyum lebar di depan orang-orang, dan tidak pernah kelihatan bersedih karena memikirkan masalah yang dialaminya. Yuka itu orang yang lumayan cerdas. Buktinya saja, Ia dapat memasuki Sekolah Menengah Atas yang bagus, padahal dia berasal dari pedalaman.

"Hei, Michi.. Bagaimana? Kau masuk kelas apa?" tanya Yuka pada saat mereka bertemu di gerbang sepulang sekolah.

"Hah.. Aku masuk kelas sepuluh lima.." jawab Michi dengan muka lemas. "Bagaimana dengan mu?" Mici kembali bertanya pada Yuka.

"Aku sepuluh delapan.. Memang letaknya di atas. Namun tak apalah. Pemandangannya lumayan bagus.." ujarnya. "Kenapa kau murung?" Yuka lalu bertanya.

"Aku benci angka lima.." dengan lidah keluar dari mulutnya.

"Hah.. Apa lah artinya kebencian kalau kau masuk sekolah bagus ini kawan?.." ujar Yuka sambil meletakan kedua tangannya di kepala.

Mereka pun pulang bersama-sama, karena kebetulan rumah mereka searah. Dan mereka terus mengobrolkan hal seru di perjalanan pulangnya.

"Yuka, apa kau ttidak khawatir?" tanya Michi di dalam perjanan itu.

"Khawatir Apa?" Yuka bertanya kembali kepada Michi.

"Ini sudah sore, dan kau tetap saja berjalan santai bersama ku.. Bukannya kapal menuju pulau Useto terbatas?" tanyanya dengan muka cemas.

"Hehe.. Kau tak usah cemas.. Untuk alat transportasi itu bisa didapatkan kapan saja, tapi berjalan bersama teman sambil bersenda gurau dan mengobrol tak selalu bisa kita dapatkan" ujarnya sambil tertawa.

Michi meringis, lalu menggelengkan kepalanya sambil berkata "Hah.. Berlebihan.."

Di tengah perjalananya melewati pertigaan mereka di situ bertemu dengan dua orang yang sedang membawa cermin, yang berjalan berlawan arah dengan mereka. Di saat yang sama ada seorang pemuda dari jalan yang ketiga dan berhenti tepat di depan cermin yang sedang di bawa oleh kedua orang itu, dengan maksud membiarkannya lewat terlebih dahulu.

Michi dan Yuka yang berada dalam keadaan sejajar dengan cermin mulai bercanda. Yuka berhenti dan menyuruh Michi untuk berhenti juga. Yuka melihat ke arah cermin sedangkan Michi masih melihat jalan.

"Hei, Michi.. Aku melihat monyet di cermin" ujarnya dengan sedikit keras.

"Mana?" Michi menoleh ke arah cermin.

"Sekarang dia menoleh" jawab Yuka.

"Ya ampun.. Bisakah kau tidak melakukan lelucon yang tak ada lucunya sama sekali?" ujar Michi.

Ternyata, seorang lelaki di jalan ketiga yang tadi berhenti karena jalannya terhalang oleh cermin merasa kalau dia yang dibilang monyet. Dia memukul cermin tersebut dengan tangannya. Yuka dan Michi yang sedang tertawa-tawa menjadi kaget. Di ambilnya kerah Yuka dan di doronglah Yuka ke tembok.

"Hei ! Kau pikir wajah mu tidak seperti monyet?" teriak orang tersebut.

Melihat itu Michi mencoba menjelaskan, sementara Yuka hanya tersenyum. Kedua orang yang membawa cermin juga sudah lari entah kemana. Akhirnya, berkat penjelasan yang diberikan Michi, orang tersebut melepas kerah Yuka dan meminta maaf.

"Haha.. Ya, sudah kumaafkan.." sambil tertawa Yuka menjawab.

Orang tersebut pun pergi ke arah yang berlawanan dari arah Yuka dan Michi berjalan. Saat itu, Yuka melihat tangan orang tersebut berlumuran darah karena meninju cermin tadi.

"Hoi.. Kau.." panggil Yuka kepada orang tersebut. Orang tersebut menoleh dengan tatapan tajam. "Tangan mu.. Biar kami bawa kau ke rumah sakit.." lanjut Yuka.

"Tidak perlu..." jawab orang tersebut dengan nada kesal.

"Kalau begitu, biar ku perban luka mu.." tawar Yuka.

Tidak ada komentar: