Bacalah Dahulu

"Cerita ini memang fiksi. Namun, bila anda dapat menemukan pesan dan makna dari cerita ini, dan itu dapat merubah anda. Pesan dan makna itulah yang non-fiksi"



-zuzu-

Senin, 13 September 2010

Matsumoto Seicho

"Hmm.. Terimakasih ya.." ujar Orang tadi kepada Yuko sambil menepuk pundaknya dan tersenyum. "Aku duluan.." lanjutnya.

"Hei tunggu!" baru saja dia berbalik, Michi sudah memanggil.

Orang itu berbalik, lalu menatap Michi. "Ada apa?" tanyanya.

"Kau lupa membayar.." mendengar itu Yuka kaget, Yuka takut Michi akan kena sasaran tonjok berikutnya. Michi tertawa "bayarlah dengan menyebutkan namamu.. Hehehe.." lanjut Michi.

Yuka kaget, sementara Orang itu tersenyum dan berkata "Matsumoto.. Matsumoto Seicho.. Panggil saja aku Seicho.." dia pun berbalik dan melanjukan perjalanan pulangnya.

Setelah dia jauh, Michi dan Yuka pun tertawa sambil saling menepukan satu tangan mereka masing-masing (tos).

Matsumoto Seicho, kata 'Seicho' di akhir itu sangat unik, karena tidak mempunyai arti. Ibunya mengatakan bahwa Seicho akan membimbingmu menuju kebaikan. Matsumoto Seicho sendiri berumur 15 tahun. Ibunya telah meninggal enam tahun lalu. Dan sekarang Ia hanya tinggal bersama ayahnya. Ayahnya bernama Matsumoto Fisshu. 'Fisshu' di akhir kalimat itu juga tidak mempunyai arti, sekarang ayahnya bekerja sebagai penjaga supermarket di salah satu sudut kota Asuri.

Seicho, mempunyai karakter yang keras dan disiplin. Itu yang membuatnya ditakuti beberapa orang.

"Hm.. Kau percaya.. Dia adalah orang terkejam yang pernah kutemui.." ujar Michi kepada Yuka dalam perjalanan mereka pulang.

"Hehe.. Sifat seperti itu tidak baik.. Bila suatu saat aku menjadi temannya.. Akan kuubah sifat itu.. Hahaha" Yuka tertawa terbahak-bahak.

Yuka pun berlari sesampainya di pantai, dia menuju tempat dimana kapal berlabuh. "Hei, Michi, aku duluan ya.. Besok kita lanjutkan obrolan ini.." teriaknya. Michi tersenyum, dan berbalik badan lalu berjalan menuju rumahnya. Sementara Yuka nyaris ketinggalan kapal terakhir menuju pulau Aseto.

"Fufufu.. Orang itu akan menarik kata-kata, apabila dia ketinggalan kapal itu.." sambil berjalan Michi hanya menahan ketawa.

Tentang Yuka

Yuka adalah seorang pemuda yang barasal dari keluarga sederhana. Ayah da Ibunya bekera sebagai guru di desanya. Ia tinggal di sebuah desa di dalam sebuah pulau bernama Useto. Kehidupan yang serba keterbatasan membuatnya berusaha agar bisa mengubahnya. Ayah dan ibu Yuka sering bertengkar, hal itu karena ibunya banyak hutang sedangkan ayahnya selalu berkata tak ada uang, bila dimintai uang untuk membayar hutang tersebut.

Semu itu tentu saja membuat Yuka depresi. Namun hebatnya, Yuka masih dapat tersenyum lebar di depan orang-orang, dan tidak pernah kelihatan bersedih karena memikirkan masalah yang dialaminya. Yuka itu orang yang lumayan cerdas. Buktinya saja, Ia dapat memasuki Sekolah Menengah Atas yang bagus, padahal dia berasal dari pedalaman.

"Hei, Michi.. Bagaimana? Kau masuk kelas apa?" tanya Yuka pada saat mereka bertemu di gerbang sepulang sekolah.

"Hah.. Aku masuk kelas sepuluh lima.." jawab Michi dengan muka lemas. "Bagaimana dengan mu?" Mici kembali bertanya pada Yuka.

"Aku sepuluh delapan.. Memang letaknya di atas. Namun tak apalah. Pemandangannya lumayan bagus.." ujarnya. "Kenapa kau murung?" Yuka lalu bertanya.

"Aku benci angka lima.." dengan lidah keluar dari mulutnya.

"Hah.. Apa lah artinya kebencian kalau kau masuk sekolah bagus ini kawan?.." ujar Yuka sambil meletakan kedua tangannya di kepala.

Mereka pun pulang bersama-sama, karena kebetulan rumah mereka searah. Dan mereka terus mengobrolkan hal seru di perjalanan pulangnya.

"Yuka, apa kau ttidak khawatir?" tanya Michi di dalam perjanan itu.

"Khawatir Apa?" Yuka bertanya kembali kepada Michi.

"Ini sudah sore, dan kau tetap saja berjalan santai bersama ku.. Bukannya kapal menuju pulau Useto terbatas?" tanyanya dengan muka cemas.

"Hehe.. Kau tak usah cemas.. Untuk alat transportasi itu bisa didapatkan kapan saja, tapi berjalan bersama teman sambil bersenda gurau dan mengobrol tak selalu bisa kita dapatkan" ujarnya sambil tertawa.

Michi meringis, lalu menggelengkan kepalanya sambil berkata "Hah.. Berlebihan.."

Di tengah perjalananya melewati pertigaan mereka di situ bertemu dengan dua orang yang sedang membawa cermin, yang berjalan berlawan arah dengan mereka. Di saat yang sama ada seorang pemuda dari jalan yang ketiga dan berhenti tepat di depan cermin yang sedang di bawa oleh kedua orang itu, dengan maksud membiarkannya lewat terlebih dahulu.

Michi dan Yuka yang berada dalam keadaan sejajar dengan cermin mulai bercanda. Yuka berhenti dan menyuruh Michi untuk berhenti juga. Yuka melihat ke arah cermin sedangkan Michi masih melihat jalan.

"Hei, Michi.. Aku melihat monyet di cermin" ujarnya dengan sedikit keras.

"Mana?" Michi menoleh ke arah cermin.

"Sekarang dia menoleh" jawab Yuka.

"Ya ampun.. Bisakah kau tidak melakukan lelucon yang tak ada lucunya sama sekali?" ujar Michi.

Ternyata, seorang lelaki di jalan ketiga yang tadi berhenti karena jalannya terhalang oleh cermin merasa kalau dia yang dibilang monyet. Dia memukul cermin tersebut dengan tangannya. Yuka dan Michi yang sedang tertawa-tawa menjadi kaget. Di ambilnya kerah Yuka dan di doronglah Yuka ke tembok.

"Hei ! Kau pikir wajah mu tidak seperti monyet?" teriak orang tersebut.

Melihat itu Michi mencoba menjelaskan, sementara Yuka hanya tersenyum. Kedua orang yang membawa cermin juga sudah lari entah kemana. Akhirnya, berkat penjelasan yang diberikan Michi, orang tersebut melepas kerah Yuka dan meminta maaf.

"Haha.. Ya, sudah kumaafkan.." sambil tertawa Yuka menjawab.

Orang tersebut pun pergi ke arah yang berlawanan dari arah Yuka dan Michi berjalan. Saat itu, Yuka melihat tangan orang tersebut berlumuran darah karena meninju cermin tadi.

"Hoi.. Kau.." panggil Yuka kepada orang tersebut. Orang tersebut menoleh dengan tatapan tajam. "Tangan mu.. Biar kami bawa kau ke rumah sakit.." lanjut Yuka.

"Tidak perlu..." jawab orang tersebut dengan nada kesal.

"Kalau begitu, biar ku perban luka mu.." tawar Yuka.

Pemuda itu Bernama Michi

Seorang pemuda yang sedang duduk memakai sepatu di depan pintu rumahnya.

Pemuda itu pun berdiri, dan berjalan menuju pintu rumahnya lalu berangkat menuju sekolahnya. Pemuda tersebut berjalan di jalanan yang masih sepi, jelas, karena Ia berangkat pada pukul 05.00. Di depan komplek perumahannya Ia memberhentikan sebuah bis lalu pergi menaikinya.

Ia pun sampai di depan pintu gerbang sekolahnya. Tertulislah di situ Benrina Kagaku. Itu adalah sekolah yang lumayan bagus. Saat ia memasuki gerbangnya, sekolah masih terlihat sepi, Ia pun berjalan menuju pintu sekolah dan melihat papan pengumuman. Ternyata, hari ini adalah pembagian kelas.

Setelah melihat itu, Ia pun berjalan menuju bangku yang berad di lapangan. Dia pun duduk dan menaruh tasnya di sampingnya. Ia berdiam beberapa menit, lalu mengambil sebuah buku dari tasnya. Dia terus menundukan kepalanya untuk membacanya, sampai akhirnya datanglah seseorang menyapanya.

"Hai kau!.." teriak seseorang. Mendengarnya pemuda ini pun menoleh ke orang tersebut. Orang tersebut berlari-lari, lalu berhenti di depannya. "Hai.. Siapa namamu?.."

"Namaku, Michi, Michi Yoroshi..." jawab pemuda itu.

"Hehe.. Panggil saja aku, Yuka.." balasnya sambil tersenyum.

Di situlah awal bagi Michi sang pemuda. Dia berkenalan dengan serorang Pria bernama Yukaina Nakama.

Michi adalah seorang pemuda berumur 15 tahun, Ia tinggal di kota Asuri, dan sekarang bersekolah di Benrina Kagaku. Ia menyukai mesin dan segala yang berhubungan dengan itu. Ayahnya bernama Michi Okotte, sedangkan ibunya bernama Michi Utshukushi. Ayahnya bekerja sebagai seorang Peneliti struktur bumi dan ibunya bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Kondisi perekonomiannya cukup baik, namun, ayahnya jarang pulang karena harus meneliti berbagai tempat.

"Hmm.. Kau hebat sekali, datang pukul 05.00.." puji Yuka kepada Michi.

"Haha.. Kau bergurau, ini hanya sebuah kebetulan saja.." tanggap Michi.

"Hm.. tapi aku heran.. Jam segini, sekolah masih sepi" Yuka berkata sambil melihat langit. "Di tempatku saja, jam segini sudah banyak orang yang datang.." lanjutnya.

"He?.. bukannya ini tempatmu? Memangnya kau dari mana?" tanya Michi.

"Haha.. Maaf sebelumnya, aku bukan asli dari sini.. Aku berasal dari pulau kecil di sebelah kota Asuri ini..." ujarnya.

Michi terkejut dan berkata, "Pantas saja, Aku lebih pagi darimu.. Kau tahu, kalo rumahmu hanya tiga meter dari sini, mungkin kau sudah sampai disini pukul setengah tiga.."

"Kenapa bisa begitu, Michi?" tanyanya kebingungan.

"Itu sudah jelas, jarak sekolah dari pulau itu lumayan jauh. Kau juga harus menyeberangi laut.. Kau tentu harus berangkat pagi sekali untuk sampai di sini" jawabnya. "Aku salut padamu yang mampu mengatasi keterbasanmu itu.." lanjutnya.

"Hmm, Michi.. Itu biasa, yang kau bilang memang benar.. Tapi kalau kita hidup dalam keterbatasan seperti itu, terkadang dapat memotivas kita untuk maju.. Dan sekarang itulah yang ku alami.." Yuka pun tersenyum.

Melihat dan mendengar muka dan kata-kata Yuka tadi, Michi juga ikut tersenyum. "Dia pasti teman yang dapat di andalkan" gumamnya.

Minggu, 12 September 2010

Dua Puluh Lima Tahun Kemudian

Peperangan itu sekarang masih dikenang. Bukit yang menjadi medan peperangan pun dikenang dan sebut sebagai bukit perdamaian. Sekarang di belakang bukit sudah berdiri sebuah kota kecil. Kota tersebut bernama Asuri. Kota itu masih sangat asri, mungkin karena pengaruh bukit yang ada di depannya. Hawanya terasa sejuk, udaranya segar, langit pun jernih tanpa polusi.

Di kota ini, terdapat sebuah sekolah menengah atas bernama Benrina Kagaku sebuah sekolah yang lumayan bagus, baik dari segi bangunannya maupun mutu belajarnya.

Kota itu memiliki alun-alun, orang-orang biasa menyebutnya Heiwa Kinen-hi. Alun-alun itu berupa taman yang luas dengan tugu di tengah-tengahnya. Tugu tersebut dipasang di sebuah kolam air mancur. Tugu tersebut dibuat untuk mengenang anggota pasukan perdamaian.

Ada juga sebuah gedung bundar, yang berdiri di perbatasan kaki bukit dengan kota. Gedung itu sederhana, tingginya saja hanya delapan meter. Gedung itu berfungsi sebagai tempat walikota. Ada juga sebuah rumah sakit terkenal bernama Aliento dalam bahasa Indonesia berarti 'nafas'. Rumah sakir tersebut terkenal dengan tenaga dokter yang handal, serta penanganan yang baik.

Di sebuah sudut juga diselipkan patung Mijikai Enpitsu, yang dinamai Mijikai Enpitsu Rappel (Rappel di ambil dari bahasa Prancis yang berarti mengenang). Hal itu semata-mata untuk menghargai perjuangan mereka dahulu.

Di sebelah barat kota Asuri itu, ada sebuah pulau bernama Useto. Di pulau tersebut ada sebuah desa kecil yang penduduknya sebagian besar bekerja sebagai petani.

Shoot Gun KUNO, tembakan TIDAK KUNO

Mijikai pun menyuruh seluruh anggotanya maju kecuali Tokushe. Omoidasu Tokushe, seorang penembak jitu, Ia biasanya menggunakan Shoot Gun kuno andalannya.

"Tunggu, pimpinan.. Kenapa aku harus menunggu di sini?" tanya Tokushe.

"Kau bisa menjadi penyelamatan pada akhirnya" balas Mijikai. Tokushe pun mengangguk. "Ayo semuanya, berpencar." perintah Mijikai kepada semua anggota.

Makhluk-makhluk itu lalu berhenti dan mengambil pedang yang ada di punggung mereka. Setelah itu mereka berlari. Semua anggota berpencar ke arah ang berbeda-beda, mereka semua berlari dan mulai menyerang makhluk-makhluk itu dari berbagai sudut.

Mijikai mengangkat pedangnya yang sejak tadi sudah ada di tangannya, energi kuning (yang pada awal sudah disebutkan) memanjang sejauh 3 meter. Sekarang, pedang tersebut bagaikan sebuah cambuk berwarna kuning. Mijikai pun maju, Ia berlari menuju salah satu makhluk. Makhluk tersebut mengangkat pedangnya dan mencoba menghantam Mijikai. Namun, apa day, Mijikai menghindar dengan cara meloncat tinggi, sekarang ia berada di atas tanah.

Ia pun mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah, energi kuning yang memanjang tersebut mengenai makhluk yang diserangnya tadi. 'SRUUT' suara saat tubuh makhluk tersbut terbelah, lalu 'DEEUUM' meledaklah dia.

Mijikai yang masih berada di atas tanah, melihat teman-temannya yang sedang bertarung, lalu ia turun dan masuk ke dalam kepulan asap sisa pertarungan yang tadi. Setelah kakinya menginjak tanah, Ia pun berlari kembali keluar dari kepulan asap tersebut. Di hadapannya sekarang sudah ada satu makhluk yang akan mengeluarkan cahaya birunya. 'DUAAASSSHH' cahaya biru tersebut di tembakan dan melesat cepat kearah Mijikai, Mijikai pun berhenti. Ia terdiam sesaat, setelah itu dia mengayunkan pedangnya ke berbagai arah.

Ayunan tersebut menciptakan sebuah gambar bintang yang tersusun atas garis-garis kuning. Bintang tersebut diambil dengan tangan kirinya (tangan kanannya memegang pedang). Lalu ia lemparkan bintang tersebut, 'SYYUUT' bintang tersebut melesat dan membelah cahaya biru yang menuju kearah Mijikai. Cahaya biru yang bersifat merusak itu pun lenyap, namun bintang itu masih bergerak menuju makhluk yang mengeluarkan cahaya biru tadi.

Tiba-tiba, kira-kira empat buah makhluk sejenis menggunakan pedang mereka untuk menghantam bintang tersebut. Tapi sia-sia, keempat-empatnya terbelah termasuk makhluk yang sebelumnya menyerang. 'DEEUUUM' terdengar beberapa ledakan. Mijiakai pun kembali berlari menuju makhluk-makhluk yang tersisa (karena jumlahnya sangat banyak)

Di perjalanannya menuju makhluk-mahkluk itu, dan di tengah pertarungan yang terjadi sengit antara anggota organisasi perdamaian dan mahkluk-mahkluk itu, tiba-tiba, seolah-olah waktu berhenti. Semua anggota terdiam, termasuk Mijikai. Tapi, anehnya makhluk-makhluk yang banyak itu masih bisa bergerak.

Para anggota yang terdiam tersebut dihantam satu persatu oleh makhluk-makhluk itu, sehingga sebagian dari mereka terlempar jauh. Setelah terjatuh, mereka semua dapat berdiri namun pada saat berdiri mereka sudah tak berdaya. Banyak tulang-tulang yang retak. Mijikai masih terdiam, dia heran, kenapa waktu berhenti tapi dia masih bisa menggerakan matanya.

"Kemampuan yang mengerikan." gumamnya Mijikai dalam hati.

Makhluk-mahkluk itu pun berhenti menyerang dengan ganas. Kali ini lebih ganas lagi, dari tangan kanan mereka keluar sebuah senapan mesin, dengan peluru berdiameter 7 cm.

"AKH !" Mijikai berteriak dalam hatinya, dia melirik teman-temannya sudah banyak yang tumbang dan penuh darah. Mijikai ingin berteriak namun tidak bisa. Semuanya terhenti.

Senapan mesin itu mulai berputar, pelan dan semakin cepat. Mijikai melotot dan sesekali melirik teman-temannya. Ia meneteskan air mata.

"Ayolah, bergerak bergerak ! BERGERAK !" gumamnya dalam hati. Namun, semua itu percuma.

Dari kejauhan Tokushe yang sedang mengintai dari jauh terlihat bingung.

"Ada apa ini, kenapa di sana keadaan kelihatan sedikit aneh?" gumam Tokushe. Tokushe yang sedang kebingungan melihat bola hitam milik Kubo yang diam di udara. "Tidak biasanya.. Biasanya bola itu melesat sangat cepat.. Uh.. Apa yang sedang terjadi di sana?"  lanjutnya. Saat itu ia teringat pekataan Mijikai, bahwa dia bisa menyelamatkan mereka.

Mengingat itu Tokushe lalu mengambil amunisi. Di saat yang sama makhluk-makhluk itu menembakan peluru-peluru senapan yang besar dan bergerak sangat cepat. 'DREEDEETDREEDET' terdengar suara senapan mesin. Peluru-peluru itu sedikit meleset, hanya mengenai beberapa anggota, itu pun hanya bahu atau kaki.

"Ah ! itu senapan mesin !" Tokushe terkejut. Ia lalu mengambil aba-aba.

Untuk yang kedua kalinya makhluk-mahkluk itu menembakan peluru mereka. 'DREEEDEETDREEDEEET'. Saat itu lah, Tokushe juga menembakan peluru miliknya. Yang hebatnya satu peluru tersebut tiba-tiba berubah menjadi makhluk bersayap dan melesat menembus kecepatan cahaya. Peluru-peluru dari makhluk itu berjatuhan bahkan ada yang menjadi hancur terkena hantaman peluru Tokushe. Peluru Tokushe menghantam makhluk-makhluk itu. Sehingga setengah dari mereka hancur, dan sisanya kebanyakan yang kehilangan organ tubu mereka.

Setelah itu, semua anggota dapat berdiri kembali. Kubo dan Shi pun berdiri.

"Ini yang terakhir kawan-kawan !" Shi berteriak, ia pun berlari.

Kubo mengeluarkan gumpalan hitam dari kelima jarinya. Gumpalan atau bola hitam itu dileparkan kelima-limanya. Di tengah perjalanannya, bola tersebut menggembung dan jatuh satu-persatu. 'DUUUAAAM' 'BUUUOOM' suara-suara ledakan yang dasyat, ledakan tersebut membuat beberapa makhluk tak dapat berdiri lagi. Sementara Shi yang berlari mengeluarkan pedangnya yang berubah menjadi naga emas raksasa. Naga-naga tersebut menghantam semua mahkluk-mahkluk yang tersisa, naga itu bergerak sangat lincah, 'DUUER' menabrak makhluk yang ada di sebelah sini, lalu berputar dan menabrak makhluk yang ada di sebelah sini.

Sabtu, 11 September 2010

Vela no Seikatsu

Mata yang bersinar putih, memiliki tubuh yang besar, dengan tinggi kira-kira tiga meter, memakai baju perang Jepang Kuno yang keras dan berat, membawa pedang bermata dua yang panjangnya sekitar 4 meter yang digendong di punggungnya. Bukan cuma itu, tangan kanannya mempunyai struktur yang rumit sekali, dengan kabel-kabel dan bulatan yang bisa berubah menjadi senjata ganas. Di perutnya terdapat sebuah tonjolan berbentuk piramid, entah untuk apa gunanya. Kira-kira seperti itulah ciri-ciri makhluk tersebut.

Ageru Arumono menghela nafas, lalu berlari menuju makhluk tersebut. Saat Ageru Berlari, salah satu dari makhluk itu maju ke posisi paling depan lalu berdiri di posisi tersebut. Piramid di perut makhluk itu mekar dan timbul sebuah lingkaran hologram berwarna merah muda. Lingkaran tersebut memiliki sedikit tulisan aneh di pinggirannya. Dan di bagian tengahnya terdapat sebuah tulisan Reikon

"Apa maksudnya itu?" gumam Ageru saat masih berlari.

Tulisan Reikon itu seakan-akan lepas lalu berubah menjadi sebuah bola besar. Bola besar itu kemudian ditembakan ke arah Ageru yang sedang berlari. Menjadi sebuah cahaya biru yang bersifat merusak. 'DYAAAASSHH' tembakan itu menimbulkan suara yang sangat kencang sama seperti cahaya yang bergerak lurus itu.

Ageru pun berhenti, meloncat tinggi lalu membuat suatu garis khayal yang dapat terlihat. Garis itu berubah menjadi oval. Ageru pun menginjakan kakinya kembali di tanah setelah melompat, lalu Ia melompat ke belakang. Tepat pada saat Ia melompat, cahaya biru tersebut semakin mendekat dan akhirnya menghantam oval yang telah dibuat Ageru tadi.

'DUUUAAAMM' dengan dasyat cahaya biru dan oval itu bertabrakan. Gesekan cahaya biru itu membuat percikan api yang banyak. Sekarang tempat itu benar-benar terang. Ternyata seperti di awal-awal tadi, Ageru memiliki kemampuan memantulkan energi atau kekuatan seseorang secara tidak langsung (maksudnya adalah, bila Ageru di serang secara langsung, yaitu dengan menggunakan tangan langsung atau kaki langsung, Ageru tak dapat memantulkannya).

Cahaya biru tersebut memantul dan melesat kembali ke arah dari mana dia berasal. 'BOOOMMM' cahaya tersebut menghantam makhluk yang tadi mengeluarkannya. Makhluk itu pun lenyap.

Ageru, jongkok karena kehabisan tenaga. Nafasnya terengah-engah. Spontan saja, semua makhluk yang masih tersisa berjalan menuju Ageru.

"Sial.. ! Aku akan maju pimpinan" ujar Shi.

Mijikai hanya mengangguk. Shi pun mengajak Kirei dan Kama. Kirei (Kirei Onna) adalah seorang wanita yang juga anggota dari Organisasi Perdamaian itu, Dia seperti wanita pada dasarnya feminim, namun keberanian membuat dia terlihat berbeda. Dia memakai baju gaun dengan bawahan yang menggembung (yang biasa di pakai oleh bangsawan-bangsawan) sepanjang lutut dan rambutnya sering dibuat berponi.

Sedangan Kama (Kama Tsuki) adalah laki-laki yang selalu membawa pedang besar bernama Vela no Seikatsu. Sekarang, Ia menggunakan kemeja berdasi dan celana panjang. 

"Ayo.. Kirei.. Kama.. Aku tak mau kita kehilngan anggota" Shi pun berlari menuju Ageru yang masih berjongkok disusul dengan Kirei dan Kama.

Mahkluk-mahkluk itu terus berjalan. Shi, Kirei, dan Kama pun terus berlari, dan akhirnya mereka sampai di tempat Ageru. Ditepuknya pundak Ageru oleh Shi, "berdiri kau.." ujarnya.

Ageru pun berdiri. Sekarang mereka berempat berada di posisi paling depan.

"Kenapa kau biarkan mereka maju?.. Kenapa kita tidak bersama-sama menghabisi mahkluk itu?" tanya Kubo kepada Mijikai.

"Hmm.. Karena kalau kita maju bersama-sama. Ada kemungkinan kita yang akan dibantai, karena kita tak tau bagaimana kemampuan mahkluk itu." Balas Mijikai menjawab pertanyaan Kubo tadi.

Kama memiliki pedang besar yang ia bawa di punggungnya. Saat itu, Ia mengeluarkan pedangnya tersebut dan menancapkannya ke tanah. Pedang itu tiba-tiba meleleh, seperti lilin. Kama pun membentuk lilin tersebut menjadi sebuah figur manusia.

Namun, proses tersebut terlalu lama. Mahkluk-mahkluk itu terus berjalan mendekati mereka berempat.

"Shi.. Kirei.. Lindungi aku ! Cepat !" perintahnya.

Shi dan Kirei pun maju ke depan Kama untuk melindunginya. Sedangkan Kama masih dalam proses membentuk lilin yang meleleh tersebut. Satu mahkluk berhenti dan melakukan hal yang sama seperti tadi, Ia membuka tonjolan dan melemparkan cahaya biru.

'DYAAAASSSHH' dengan sangat cepat cahaya biru itu melesat ke arah mereka berempat. Ageru pun melakukan hal yang sama, Dia meloncat dan membuat oval seperti tadi. Cahaya itu pun kembali ke asalnya dan mengenai mahkluk yang mengeluarkannya.

Sekarang Ia benar-benar tergeletak tak berdaya.

"Sudah tiga kali ia menggunakannya" gumam Shi, sambil memandangi Ageru yang tergeletak itu.

"Shi ! Fokus!" Kirei meneriaki Shi.

"Ah, iya..." Shi, kembali dalam posisi siap. "Oi, Kama.. Kapan bisa jadinya?" ujar Shi.

"Tenang lah.. Tenang" dengan suara bergetar Kama menjawab.

Akhirnya setelah beberapa menit Kama berhasil membentuk figur tersebut. Sekarang figur lilin itu berlari menuju makhluk-makhluk yang masih terus berjalan. Figur itu berlari dengan kecepatan tinggi. Figur itu pun sampai di depan salah satu makhluk dan menyentuhnya. Makhluk tersebut berubah menjadi lilin, satu makhluk tumbang, lalu dia berlari ke makhluk satunya.

Sampai akhirnya figur itu kembali karena kehabisan bahan bakar.

"Apa bahan bakarnya?" tanya Shi.

"Pengalaman bertarung.." jawab Kama yang sedang mengelap Vela no Seikatsu yang sudah berubah menjadi pedang kembali.

Serangan Kama membuat jumlah mahkluk itu semakin sedikit.

"Ah, aku menyadari sesuatu.." ujar Mijikai Enpitsu.

"He? Apa itu?.." Kubo menanggapi.

"Saat cahaya biru itu ditembakan oleh mereka, tulisan itu menghilang bukan? Ini berarti jurus tersebut hanya dapat dilakukan sekali." lanjut Mijikai.

"Kau benar, jadi kita buat agar mereka mengeluarkan jurus itu?" tanya Kubo.

"Kita lihat saja nanti.." Mijikai pun berbalik menghadap belakang di mana semua anggota berdiri. "Semuanya.. Kali ini kita serang bersama-sama, kecuali kau Tokushe."

Jumat, 10 September 2010

Mereka dari Organisasi perdamaian.

Masih ingat si Pria Berjubah Coklat yang muncul tiba-tiba saat para penduduk sedang dalam bahaya?

"Kita nyaris terlambat rupanya.." Kata si Pria Berjubah Coklat itu kepada teman-temannya yang berjumlah 21 orang.

"Siapa mereka?", para penduduk banyak yang bergumam seperti itu.

Di antara 21 orang tersebut ada seseorang yang memakai topi bundar berwarna hitam, dan juga rompi hitam, orang tersebut bernama Kubo Harabishi dan dia berkata  "Wah wah.. Sudah nasib kita menjadi orang-orang yang tak dikenal."

"Sudahlah, Kubo...", kata seseorang yang lain di antara dua puluh satu orang tersebut. Orang tersebut berambut panjang, memakai syal, dengan baju kemeja dan memakai dasi.

Orang itu pun berkata kepada seluruh penduduk yang ada di situ."Kami dari Organisasi Perdamaian.. Sudah tugas kami melindungi kalian dari makhluk yang ada di sana" sambil menunjuk ke arah kabut (dimana cahaya-cahaya tadi muncul)

Orang yang barusan berbicara itu adalah pimpinan organisasi tersebut. Dia bernama Mijikai Enpitsu.

"Hei, Pimpinan.. Kubo.." si Orang yang pertama muncul dan berjubah coklat tadi memanggil kedua orang tersebut dan menyuruh mereka berdua melihat ke arah kabut sekali lagi, "Lihat itu..." katanya sambil menggerakan kepalanya.

Dari balik kabut pun terasa hawa mengerikan dan angin yang aneh. Tiba-tiba suara langkah kaki pun terdengar banyak sekali, bagai sebuah pasukan. Mendengar itu, Kubo pun penasaran. Kubo menengadahkan satu tangannya (seperti meminta doa). Munculah di telapak tangan Kubo, seperti gumpalan hitam yang kemudian membesar sampai seukuran bola sepak.

Si Jubah Coklat pun tersenyum dan bertanya "Berapa Newton yang akan kau keluarkan, Kubo?"

Sekarang posisi Kubo adalah mengambil ancang-ancang untuk melemparkan bola hitam tadi. Dengan tangan di belakang tubuhnya (bagai seorang kiper yang akan melemparkan bola pada para pemain).

"99 Newton... Fufufu", balas Kubo kepada si Jubah Coklat.

"Tanggung..!! Kenapa tak kau bulatkan menjadi 100.. Hah?", seorang wanita berpenampilan seperti laki-laki menyela Kubo.

"Kau tak usah cerewet, Shi !", balas Kubo kepada wanita itu. "Lagi pula, ini hanya untuk memastikan mereka supaya tidak lari." Lanjutnya.

Shi Ryukei, adalah anggota oraganisasi tersebut, Ia adalah seorang yang bisa dikatakan tomboi. Rambutnya cepak, namun bulu matanya lentik, jadi masih ketahuan kalau dia itu wanita. Dia memakai kaos dengan lengan sesikut, lalu memakai celana sepanjang lutut lebih sedikit, ditambah dengan jaket kulitnya yang mempunyai kerah panjang dan dapat menutupi mulut dan hidungnya.

Kubo pun melanjutkan aksinya, "rasakan ini, makhluk-makhluk sial..." Dia pun melemparkan bola atau gumpalan yang sejak tadi ada ditangannya. "99 Newton !!" ucapnya.

Bola tersebut dilempar dan menuju ke arah kabut (dimana cahaya-cahaya yang sebelumnya muncul). Bola tersembut melambung tinggi dan bergerak cepat. Di tengah-tengah perjalanannya, bola tersebut tersebut tiba-tiba memiliki mulut lalu tersenyum, setelah itu bola tersebut masuk ke dalam kabut. Para Penduduk dari tadi masih terdiam melihat semua keajaiban itu. (Sekedar info, 99 newton adalah gaya yang dapat dilontarakan oleh meriam zaman dulu)

'DUUUM' tiba-tiba terdengar suara seperti itu. Itu bukan sebuah ledakan, melaikan seperti hantaman. Hantaman yang besar menuju tanah (lebih tepatnya). Hantaman tersebut menimbulkan tekanan angin yang membuat kabut yang menyelimuti hilang (saking besarnya hantaman tersebut). Longsor pun terjadi di kaki bukit.

Sekarang tinggal gelapnya malam yang menyelimuti, tak ada lagi kabut. Entah, ada apa. Tapi tiba-tiba, hawa menakutkan muncul lebih besar dari sebelumnya. Dari arah sana (arah kabut) banyak cahaya putih bermunculan. Membuat keadaan sekarang menjadi terang.

Semua orang disana terkejut. "Semua penduduk, lari ke atas bukit sekarang!!" teriak Mijikai Enpitsu kepada seluruh penduduk yang masih terdiam dari tadi. Mendengar teriakan tersebut, para penduduk panik dan lari beramai-ramai ke atas bukit.

"Jadi, ini... Makhluk yang dikatakan sebagai pengahncur setengah peradaban manusia.. Yang dulu pernah pernah membuat kehancuran di dunia, sehingga setengah dari populasi manusia di dunia musnah?" ujar Shi.

Mijikai Enpitsu, si pimpinan, mengeluarkan pedangnya dari sarung pedangnya. Pedang yang sekarang sudah ada di tangan kanannya, tiba-tiba mengeluarkan energi berwarna kuning.

"Ayo kita mulai.." ujar Mijikai kepada anggotanya.

"Baiklah, Pimpinan dan seluruh anggota, inilah saatnya.. Ayo, kita habisi mereka yang di sana tanpa banyak bicara.. Untuk terakhir kalinya.. Senang bekerja dengan kalian.." si Jubah Coklat berkata demikian lalu tertawa.. "Aku Ageru Arumono, sebagai wakil ketua.. Akan memimpin peperangan ini" lanjutnya.

Ada Apa di Balik Kabut itu?

Sebuah desa di atas bukit terlihat sepi dari penduduknya malam itu, ternyata di tengah bukit, terlihat para penduduk desa yang sedang menunggu sesuatu. Entah apa yang mereka tunggu sehingga para penduduk tersebut selalu melihat kearah kaki bukit.

Mereka terlihat seperti mengintai sesuatu. Hal itu bisa dipastikan dengan cara mereka berbicara, yaitu berbisik, cara mereka melangkah, yaitu mengendap-endap, seakan tak mau terdengar oleh sesuatu di kaki bukit sana, juga dengan sesuatu yang mereka bawa, yaitu pedang untuk beberapa orang, sedangkan sisanya membawa alat-alat sawah serta kayu-kayu yang terlihat besar dan tajam.

Bukit diselimuti kabut pada malam itu. Kesunyian membuat suasana tambah menegangkan, sebenarnya apa yang mereka tunggu?

Setelah beberapa menit mereka menunggu, tiba-tiba sebuah cahaya putih muncul dari balik kabut. Cahaya itu kecil namun lama-lama membesar, tanda bahwa cahaya itu mendekat.

Melihat cahaya itu, para penduduk menjadi kaget. Mata mereka melotot, terlihat sekali bahwa mereka ketakutan, hal itu dapat diyakini dengan tangan mereka yang mulai bergetar dalam memegang senjata yang mereka bawa, cukup membuktikan bahwa mereka itu kaget. Cahaya tersebut terlihat semakin mendekat dan makin menyilaukan.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?”, ujar seseorang kepada orang di sebelahnya.

“Kita tunggu aba-aba, lalu kita serang.”, Balas orang tersebut.

Terdengarlah suara peluit yang panjang, tanda mereka harus menyerang. Para penduduk pun berlari turun menuju kaki bukit. Namun, di tengah-tengah perjalanan mereka untuk turun, cahaya tersebut menghilang. Para penduduk kaget lalu berhenti.

“A… Apa yang terjadi?”, seseorang bertanya keheranan.

Para penduduk dibuat bingung kembali oleh cahaya yang menggantikan cahaya putih tadi, itu adalah cahaya biru yang bersifat merusak dan bergerak sangat cepat menju kearah para penduduk itu. Para penduduk tak bisa melakukan apa-apa. Mereka hanya terdiam. Tiba-tiba, datang seseorang yang memantulkan cahaya tersebut dengan pedangnya. Cahaya itu bergesekan dengan pedangnya sehingga membuat suara yang nyaring. Cahaya pun terpantul dan orang tersebut terlempar, namun, Dia dapat mengendalikan dirinya sehingga Ia tidak tergeletak di tanah. Cahaya itu kembali menuju ke asalnya dan terjadi sebuah ledakan di sana.

Kondisi di daerah itu menjadi berantakan, pohon-pohon hancur karena cahaya tersebut, cahaya itu juga menimbulkan bekas pada tanah.

Orang tadi memasukan pedangnya ke dalam sarung pedangnya dan membersihkan jubahnya yang berwarna coklat. Ia pun berjalan melewati para penduduk yang terdiam tak bergerak karena saking kagetnya, hampir saja mereka tewas karena cahaya tersebut sangat berbahaya. Tapi, orang tersebut menyingkirkan cahaya tersebut dengan mudah.

Sekarang orang tersebut berdiri di posisi paling depan dari semua penduduk yang ada di situ.

“Huh… Mulai dari sini, aku dan teman-temanku yang ambil alih”, ujar si pria berjubah coklat dengan rambut berponi panjang yang menutupi mata sebelah kanannya.

Tiba-tiba, sekumpulan orang pun muncul, mungkin sekitar dua puluh satu orang, mereka adalah orang yang berpenampilan asing.